Naega

Selasa, 07 April 2015

The Red Yarn [My Lovely Robbot]

Diikutkan Dalam Lomba Cerpen ‘Endless Love’
Menurut legenda, ada seutas benang merah yang melingkar dikelingking setiap manusia. Benang merah tak kasat mata. Benang merah yang saling terkait dengan seseorang yang akan menjadi jodohnya nanti. Walau jarak memisahkan sejauh ribuan mil sekalipun, benang merah itu akan tetap mempertemukan mereka berdua.
Tapi, bisakah ujung benang merah milikku melingkar dijari kelingkingnya? Maksudku, dijari kelingking robot itu?

***
Disinilah aku sekarang. Menikmati pesta ulang tahun yang membuatku pusing. Lampunya berpendar tidak karuan. Menyilaukan sekali. Musik yang diputar oleh DJ di atas panggung sana juga terdengar terlalu suram untuk sebuah pesta ulang tahun abad ke 30.
Jika bukan karena ingin melihat wajah kesal Ahn Ri olehku, aku pasti tidak akan datang kesini.
Ahn Ri, gadis pemilik pesta ulang tahun ini masih menatapku dengan matanya yang mengisyaratkan ketidaksenangan. Alasannya cukup masuk akal. Seorang gadis berulang tahun, mengadakan pesta besar dirumahnya, tapi yang menjadi pusat perhatian adalah orang lain. Dan orang itu adalah, aku.
Bisa dibilang, aku adalah tamu yang kehadirannya sangat diinginkan oleh Ahn Ri. Tentu bukan karena sebagai tamu istimewa, tapi sebagai tamu yang bisa ia dan yang lainnya tertawakan karena datang seorang diri. Sayangnya, mereka salah besar.
Dalam undangan yang terselip dibangkuku beberapa hari yang lalu, semua tamu harus datang berpasangan. Aku bisa saja datang bersama Tae Soo, kekasihku yang memiliki wajah super star. Jika saja dia belum memutuskan hubungan denganku dan sekarang malah sibuk melingkarkan kedua lengannya dipinggang Ahn Ri.
Benar. Ahn Ri berhasil merebutnya dariku. Padahal dulu aku pikir, Tae Soo dan aku memiliki benang merah yang sama.
Karena aku tidak ingin terlihat bodoh, aku memilih datang. Bersama sebuah robot yang aku sewa dengan menghabiskan seluruh tabunganku selama satu tahun. Salah satu hal bodoh yang sudah kulakukan.
Tapi aku tidak menyesal. Karena robot yang sedang memandangiku ini sangat sempurna. Jika ketampanan Tae Soo terkenal di seluruh penjuru sekolah, maka ketampanan robot sewaanku ini terkenal diseluruh penjuru Seoul. Aku tersenyum puas.
Sementara aku menikmati kemenanganku, Yun Ha [Nama robotku] sudah meneguk segelas soda, “Mau berdansa denganku?” katanya setelah meletakkan gelas soda miliknya.
“Hey, apa kau bisa berdansa?” tanyaku berbisik.
Dia hanya tersenyum, berdiri, merapikan ujung tuksedo yang dipakainya lalu mengulurkan tangannya kearahku dengan sedikit membungkuk. Aku terkesima. Ujung mataku menangkap orang-orang sedang memperhatikan kami. Dan akhirnya, aku bersedia berdansa dengannya. Walau saat berdansa dengannya, aku merasa ada sesuatu yang aneh. Entah apa itu.
“Tae Soo, kita pulang saja.” kataku tiba-tiba. Robot yang sudah diprogram untuk menuruti semua keinginanku itu tersenyum lalu mengangguk.
***
“Kenapa malah mengajakku kemari?” tanyaku saat kami tiba dijembatan Benpo.
“Kau menyewaku sampai pukul dua belas nanti. Sekarang, masih ada sepuluh menit sebelum waktunya berakhir.” Jawabnya.
Aku tertawa, “Pulanglah. Tidak apa jika masih tersisa beberapa menit. Aku sudah sangat berterima kasih karenamu. Besok, jika mereka menanyakan tentangmu, aku akan mengatakan jika kita sudah putus.”
“Tidak usah begitu,”
“Kenapa? Kau ingin aku menyewamu lebih lama lagi? Aku sudah tidak punya uang. Tabunganku sudah habis hanya untuk menyewamu selama 7 jam saja.” kataku sedikit ketus.
“Kita bisa bertemu lagi. Besok?”
“Mana mungkin. Kau ini robot. Besok mungkin programmu sudah berubah menjadi pembantu, atau pemadam kebakaran?” lanjutku kesal.
Aku berpaling sembari melambaikan tanganku sebagai salam perpisahan. Aneh juga, kenapa aku merasa sedih begini?
“Kalau begitu jadikan aku kekasihmu yang sesungguhnya!”
Aku berhenti dan menoleh padanya, “Didunia manusia, semua punya benang merah masing-masing. Kau memang sempurna, dan aku menyukaimu. Jika bisa aku juga ingin benang merahku berakhir padamu. Tapi kau adalah robot.”
Yun Ha, entah sejak kapan sudah berdiri tepat di depan wajahku. Menatapku lembut. Aku terpaku. Wajahnya benar-benar bersinar. Dia pasti dipoles menggunakan peralatan paling canggih.
“Bodoh!” katanya. Aku melotot tidak mengerti. Bodoh katanya?
“Aku bukan robot. Itu artinya, sekarang aku bisa jadi kekasihmu, kan?” lanjutnya. Aku mengernyit tidak mengerti.
Dia tersenyum, “Namaku Seong Woo. Aku sedang melakukan penelitian di tempat kau memesan robot beberapa hari yang lalu. Aku yang membaca email darimu. Dan, memutuskan untuk berpura-pura menjadi robot pesananmu.”
Aku melotot dengan mulut terbuka lebar, “Lalu uangku?”
Yun Ha, maksudku Seong Woo tertawa, “Masih utuh. Aku tidak menyentuhnya sama sekali.”
Aku menelan ludah. Lalu memandangnya dari atas sampai ke bawah. Mengingat semua rentetan hal yang sudah kami lalui hari ini. Ah! Aku baru menyadari, dipesta tadi, ia minum soda. Jika dia robot, sistemnya pasti sudah rusak karena soda tadi. Belum lagi saat berdansa, ada keringat yang membasahi keningnya.
“Jadi kau...?”
“Maaf karena sudah membohongimu. Tapi dalam email itu, kau menjelaskan sesuatu tentang benang merah dan takdir. Dan sekarang, takdirlah yang mempertemukan kita.” katanya lagi.
Ia meraih kedua tanganku lalu tersenyum, “Benang merahmu yang kusut itu, sudah aku ikat erat-erat dalam hatiku. Jadi, bisakah kau hanya mempercayakan ujungnya padaku?”
Kalimatnya hangat dan lembut. Mataku terasa panas. Aku tersentuh. Ada kejujuran dalam sorot matanya. Aku mengangguk. Benang merahku, sepertinya memang ditakdirkan dengannya.
The End


Tidak ada komentar:

Posting Komentar