Diikutkan Dalam Lomba Cerpen ‘Endless Love’
Menurut legenda, ada seutas
benang merah yang melingkar dikelingking setiap manusia. Benang merah tak kasat
mata. Benang merah yang saling terkait dengan seseorang yang akan menjadi
jodohnya nanti. Walau jarak memisahkan sejauh ribuan mil sekalipun, benang
merah itu akan tetap mempertemukan mereka berdua.
Tapi, bisakah ujung benang merah
milikku melingkar dijari kelingkingnya? Maksudku, dijari kelingking robot itu?
***
Disinilah aku sekarang. Menikmati
pesta ulang tahun yang membuatku pusing. Lampunya berpendar tidak karuan.
Menyilaukan sekali. Musik yang diputar oleh DJ di atas panggung sana juga
terdengar terlalu suram untuk sebuah pesta ulang tahun abad ke 30.
Jika bukan karena ingin melihat
wajah kesal Ahn Ri olehku, aku pasti tidak akan datang kesini.
Ahn Ri, gadis pemilik pesta ulang
tahun ini masih menatapku dengan matanya yang mengisyaratkan ketidaksenangan.
Alasannya cukup masuk akal. Seorang gadis berulang tahun, mengadakan pesta
besar dirumahnya, tapi yang menjadi pusat perhatian adalah orang lain. Dan
orang itu adalah, aku.
Bisa dibilang, aku adalah tamu
yang kehadirannya sangat diinginkan oleh Ahn Ri. Tentu bukan karena sebagai
tamu istimewa, tapi sebagai tamu yang bisa ia dan yang lainnya tertawakan
karena datang seorang diri. Sayangnya, mereka salah besar.
Dalam undangan yang terselip
dibangkuku beberapa hari yang lalu, semua tamu harus datang berpasangan. Aku
bisa saja datang bersama Tae Soo, kekasihku yang memiliki wajah super star. Jika
saja dia belum memutuskan hubungan denganku dan sekarang malah sibuk
melingkarkan kedua lengannya dipinggang Ahn Ri.
Benar. Ahn Ri berhasil merebutnya
dariku. Padahal dulu aku pikir, Tae Soo dan aku memiliki benang merah yang
sama.
Karena aku tidak ingin terlihat
bodoh, aku memilih datang. Bersama sebuah robot yang aku sewa dengan
menghabiskan seluruh tabunganku selama satu tahun. Salah satu hal bodoh yang
sudah kulakukan.
Tapi aku tidak menyesal. Karena
robot yang sedang memandangiku ini sangat sempurna. Jika ketampanan Tae Soo
terkenal di seluruh penjuru sekolah, maka ketampanan robot sewaanku ini
terkenal diseluruh penjuru Seoul. Aku tersenyum puas.
Sementara aku menikmati
kemenanganku, Yun Ha [Nama robotku] sudah meneguk segelas soda, “Mau berdansa denganku?”
katanya setelah meletakkan gelas soda miliknya.
“Hey, apa kau bisa
berdansa?” tanyaku berbisik.
Dia hanya tersenyum, berdiri,
merapikan ujung tuksedo yang dipakainya lalu mengulurkan tangannya kearahku
dengan sedikit membungkuk. Aku terkesima. Ujung mataku menangkap orang-orang
sedang memperhatikan kami. Dan akhirnya, aku bersedia berdansa dengannya. Walau
saat berdansa dengannya, aku merasa ada sesuatu yang aneh. Entah apa itu.
“Tae Soo, kita pulang saja.”
kataku tiba-tiba. Robot yang sudah diprogram untuk menuruti semua keinginanku
itu tersenyum lalu mengangguk.
***
“Kenapa malah mengajakku kemari?”
tanyaku saat kami tiba dijembatan Benpo.
“Kau menyewaku sampai pukul dua
belas nanti. Sekarang, masih ada sepuluh menit sebelum waktunya berakhir.” Jawabnya.
Aku tertawa, “Pulanglah. Tidak
apa jika masih tersisa beberapa menit. Aku sudah sangat berterima kasih
karenamu. Besok, jika mereka menanyakan tentangmu, aku akan mengatakan jika
kita sudah putus.”
“Tidak usah begitu,”
“Kenapa? Kau ingin aku menyewamu
lebih lama lagi? Aku sudah tidak punya uang. Tabunganku sudah habis hanya untuk
menyewamu selama 7 jam saja.” kataku sedikit ketus.
“Kita bisa bertemu lagi. Besok?”
“Mana mungkin. Kau ini robot.
Besok mungkin programmu sudah berubah menjadi pembantu, atau pemadam
kebakaran?” lanjutku kesal.
Aku berpaling sembari melambaikan
tanganku sebagai salam perpisahan. Aneh juga, kenapa aku merasa sedih begini?
“Kalau begitu jadikan aku
kekasihmu yang sesungguhnya!”
Aku berhenti dan menoleh padanya,
“Didunia manusia, semua punya benang merah masing-masing. Kau memang sempurna,
dan aku menyukaimu. Jika bisa aku juga ingin benang merahku berakhir padamu.
Tapi kau adalah robot.”
Yun Ha, entah sejak kapan sudah
berdiri tepat di depan wajahku. Menatapku lembut. Aku terpaku. Wajahnya
benar-benar bersinar. Dia pasti dipoles menggunakan peralatan paling canggih.
“Bodoh!” katanya. Aku melotot
tidak mengerti. Bodoh katanya?
“Aku bukan robot. Itu artinya,
sekarang aku bisa jadi kekasihmu, kan?” lanjutnya. Aku mengernyit tidak
mengerti.
Dia tersenyum, “Namaku Seong Woo.
Aku sedang melakukan penelitian di tempat kau memesan robot beberapa hari yang
lalu. Aku yang membaca email darimu. Dan, memutuskan untuk berpura-pura menjadi
robot pesananmu.”
Aku melotot dengan mulut terbuka
lebar, “Lalu uangku?”
Yun Ha, maksudku Seong Woo
tertawa, “Masih utuh. Aku tidak menyentuhnya sama sekali.”
Aku menelan ludah. Lalu
memandangnya dari atas sampai ke bawah. Mengingat semua rentetan hal yang sudah
kami lalui hari ini. Ah! Aku baru menyadari, dipesta tadi, ia minum soda. Jika
dia robot, sistemnya pasti sudah rusak karena soda tadi. Belum lagi saat
berdansa, ada keringat yang membasahi keningnya.
“Jadi kau...?”
“Maaf karena sudah membohongimu.
Tapi dalam email itu, kau menjelaskan sesuatu tentang benang merah dan takdir. Dan
sekarang, takdirlah yang mempertemukan kita.” katanya lagi.
Ia meraih kedua tanganku lalu
tersenyum, “Benang merahmu yang kusut itu, sudah aku ikat erat-erat dalam
hatiku. Jadi, bisakah kau hanya mempercayakan ujungnya padaku?”
Kalimatnya hangat dan lembut.
Mataku terasa panas. Aku tersentuh. Ada kejujuran dalam sorot matanya. Aku
mengangguk. Benang merahku, sepertinya memang ditakdirkan dengannya.
The
End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar