Diikutkan Dalam Lomba Menulis ‘Love With a
Witch by Hyun Go Wun’
Konyol! Tidak masuk akal! Sangat
kekanak-kanakan!
Setidaknya tiga kalimat itu yang akan selalu muncul dalam kepalaku
jika mendengar kata ‘Penyihir’. Zaman modern seperti sekarang, kalian pikir
cerita seperti itu masih berlaku? Mungkin iya, bagi orang-orang yang tidak
punya otak dalam kepalanya.
Oke, itu adalah kisahku. Sebelum aku bertemu gadis di sampingku
ini. Atau lebih tepatnya, penyihir di sampingku ini.
“Yoon, jika kekuatanku hilang, apa kau akan berhenti mencintaiku?”
tanyanya padaku.
Aku tidak menjawab. Aku masih terus memainkan kaleng cola ditanganku
tanpa minat. Walau ia penyihir yang bisa melakukan sesuatu yang luar biasa,
tetap saja ia adalah gadis biasa yang selalu menanyakan hal berulang-ulang
seperti itu. Dan aku, adalah laki-laki biasa yang malah jatuh cinta padanya.
“Yoon!”
“Aku akan menjawab setelah kau memberitahuku sudah berapa kali kau
menanyakan hal itu,” jawabku mendengus lalu berdiri dan meninggalkannya yang
masih memasang wajah kesal.
“Tapi kau tidak pernah menjawab pertanyaanku yang satu itu,”
katanya yang kini mengikutiku dari belakang. “Kau hanya pernah mengatakan
alasan kenapa kau menyukaiku,” lanjutnya terdengar lesu.
Aku menghentikan langkahku, lalu menoleh dan mendapatinya sedang
menunduk dan memainkan satu kakinya di atas aspal trotoar. Aku membuang nafas
berat. Gadisku itu, terlihat seperti anak kecil yang sedang merengek meminta
dibelikan lollypop oleh orang tuanya. Manis sekali.
Aku mendekatinya. Menarik kedua tangannya. Ia mengangkat wajahnya
dan menatapku dengan dua matanya yang bulat sempurna. Benar-benar mirip anak
kecil. Aku tersenyum lalu mendekapnya tanpa banyak bicara, “Saranghae (Aku
mencintaimu), Ahn Hyu Na.”
***
Tiga tahun lalu, aku hanyalah pria biasa yang bekerja paruh waktu
disebuah minimarket tidak jauh dari tempat tinggalku. Waktu itu, aku adalah
mahasiswa tahun akhir yang sedang berusaha mengumpulkan uang untuk membiayai hidupku
sendiri. Bergantung pada orang tua, membuatku seperti sesak nafas. Kehidupan ekonomi
keluargaku sangat jauh dari kata ‘wah’. Aku bisa terus berkuliah karena
mendapat beasiswa karena otakku, bisa diandalkan.
Jadi, aku memutuskan untuk hidup sederhana dengan hasil keringatku
sendiri tanpa harus memikirkan masalah biaya kuliah.
Malam itu, malam pergantian tahun. Teman kerjaku yang seharusnya
menjaga minimarket tempatku bekerja memintaku untuk menggantikannya satu malam
saja. alasannya sangat konyol, setidaknya untukku. Ia bilang ingin melepas
malam tahun baru bersama kekasihnya. Aku hanya mencibir, dalam hati tentunya. Dan
karena aku tidak suka membuang waktu untuk hal-hal semacam itu serta ia bersedia
menggantikanku berjaga tiga malam berturut-turut keesokan harinya, aku setuju.
Dan siapa yang menyangka, malam tahun baru yang sepi untuk pria
yang lebih suka sendirian sepertiku malah harus berlalu dengan sangat
mengesankan. Seorang gadis berdiri tepat di depan kaca etalase minimarket
tempatku bekerja. Ia mendongakkan kepalanya ke atas sambil tersenyum-senyum
sendir.
Kesan pertamaku, ia pasti sudah gila.
Aku mengabaikannya. Tapi tidak bertahan lama. Aku penasaran juga
dengan apa yang sebenarnya sedang ia lihat. Aku keluar dari balik mesin kasir
lalu berjalan mendekati kaca etalase tempat gadis itu berdiri. Aku menatapnya
beberapa saat, mengerling lalu perlahan mengangkat wajahku menatap kearah yang
sama yang sedang dilihat oleh gadis itu.
Aku menganga. Mataku membulat. Otakku sibuk mencerna apa yang
sedang aku lihat. Detik berikutnya, aku melayangkan pandanganku ke kanan dan ke
kiri. Melihat seseorang atau apapun juga yang bisa menjawab ketidakpercayaanku
dengan apa yang sedang terjadi. Tapi, tidak ada seorangpun di mana-mana.
Aku kembali melihat kearah gadis itu berdiri. Wajahnya berpendar
warna-warni tersiram cahaya kembang api. Benar, kembang api ! Itulah yang
membuatku merasa tidak percaya. Disekitar minimarket tidak ada siapa-siapa. Orang-orang
sibuk berpesta ditempat lain. Juga tidak ada suara berisik meletup-letup
sebelum kembang api biasanya meledak di udara. Kembang api itu, juga tidak ada
habisnya.
Aku menelan ludah. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Gadis itu,
kembang api, semua membuatku terbelalak tidak percaya. Sampai aku sadar, gadis
itu sudah pergi.
Aku yang selalu tidak peduli pada apa yang terjadi disekitarku
menjadi penasaran, sangat penasaran. Dan akhirnya, aku mengikuti gadis itu.
***
Aku melepaskan pelukanku. Hyu Na cemberut. Aku hanya melayangkan
senyumanku padanya.
“Sebenarnya aku ingin mengatakan hal ini padamu ditempat yang
lebih baik dari,” aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Hyu Na mengikuti apa yang
aku lakukan, “tempat ini,” lanjutku.
“Memangnya apa yang akan kau katakan?” tanya Hyu Na mengerjap.
“Aku pernah mengatakan padamu kan, sejak malam itu kau adalah
satu-satunya orang yang membuatku menyimpan banyak pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan
yang membuatku, jatuh cinta padamu. Ada banyak hal yang menjadi alasanku jatuh
cinta padamu. Tapi satu yang bisa aku jelaskan dengan pasti. Kau, selalu bisa
menyihirku untuk terus jatuh cinta padamu, bahkan tanpa bantuan sihir apapun,
jadi walau kekuatanmu hilang, aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu,” kataku
tersenyum.
“Bukan kau yang beruntung karena bisa melakukan sihir, tapi
sihirlah yang beruntung bisa ada dalam dirimu.” Tutupku tetap tersenyum.
Hyu Na mengerling tidak mengerti. Tapi detik berikutnya, ia ikut
tersenyum.
Aku menggenggam tangannya, memasukkannya ke dalam saku jaketku
agar ia tetap merasa hangat. Sehangat kisah cinta kami.
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar