Naega

Selasa, 10 Maret 2015

The Witch [Love With a Witch]



Diikutkan Dalam Lomba Menulis ‘Love With a Witch by Hyun Go Wun’

Konyol! Tidak masuk akal! Sangat kekanak-kanakan!

Setidaknya tiga kalimat itu yang akan selalu muncul dalam kepalaku jika mendengar kata ‘Penyihir’. Zaman modern seperti sekarang, kalian pikir cerita seperti itu masih berlaku? Mungkin iya, bagi orang-orang yang tidak punya otak dalam kepalanya.
Oke, itu adalah kisahku. Sebelum aku bertemu gadis di sampingku ini. Atau lebih tepatnya, penyihir di sampingku ini.
“Yoon, jika kekuatanku hilang, apa kau akan berhenti mencintaiku?” tanyanya padaku.
Aku tidak menjawab. Aku masih terus memainkan kaleng cola ditanganku tanpa minat. Walau ia penyihir yang bisa melakukan sesuatu yang luar biasa, tetap saja ia adalah gadis biasa yang selalu menanyakan hal berulang-ulang seperti itu. Dan aku, adalah laki-laki biasa yang malah jatuh cinta padanya.
“Yoon!”
“Aku akan menjawab setelah kau memberitahuku sudah berapa kali kau menanyakan hal itu,” jawabku mendengus lalu berdiri dan meninggalkannya yang masih memasang wajah kesal.
“Tapi kau tidak pernah menjawab pertanyaanku yang satu itu,” katanya yang kini mengikutiku dari belakang. “Kau hanya pernah mengatakan alasan kenapa kau menyukaiku,” lanjutnya terdengar lesu.
Aku menghentikan langkahku, lalu menoleh dan mendapatinya sedang menunduk dan memainkan satu kakinya di atas aspal trotoar. Aku membuang nafas berat. Gadisku itu, terlihat seperti anak kecil yang sedang merengek meminta dibelikan lollypop oleh orang tuanya. Manis sekali.
Aku mendekatinya. Menarik kedua tangannya. Ia mengangkat wajahnya dan menatapku dengan dua matanya yang bulat sempurna. Benar-benar mirip anak kecil. Aku tersenyum lalu mendekapnya tanpa banyak bicara, “Saranghae (Aku mencintaimu), Ahn Hyu Na.”
***
Tiga tahun lalu, aku hanyalah pria biasa yang bekerja paruh waktu disebuah minimarket tidak jauh dari tempat tinggalku. Waktu itu, aku adalah mahasiswa tahun akhir yang sedang berusaha mengumpulkan uang untuk membiayai hidupku sendiri. Bergantung pada orang tua, membuatku seperti sesak nafas. Kehidupan ekonomi keluargaku sangat jauh dari kata ‘wah’. Aku bisa terus berkuliah karena mendapat beasiswa karena otakku, bisa diandalkan.
Jadi, aku memutuskan untuk hidup sederhana dengan hasil keringatku sendiri tanpa harus memikirkan masalah biaya kuliah.
Malam itu, malam pergantian tahun. Teman kerjaku yang seharusnya menjaga minimarket tempatku bekerja memintaku untuk menggantikannya satu malam saja. alasannya sangat konyol, setidaknya untukku. Ia bilang ingin melepas malam tahun baru bersama kekasihnya. Aku hanya mencibir, dalam hati tentunya. Dan karena aku tidak suka membuang waktu untuk hal-hal semacam itu serta ia bersedia menggantikanku berjaga tiga malam berturut-turut keesokan harinya, aku setuju.
Dan siapa yang menyangka, malam tahun baru yang sepi untuk pria yang lebih suka sendirian sepertiku malah harus berlalu dengan sangat mengesankan. Seorang gadis berdiri tepat di depan kaca etalase minimarket tempatku bekerja. Ia mendongakkan kepalanya ke atas sambil tersenyum-senyum sendir.
Kesan pertamaku, ia pasti sudah gila.
Aku mengabaikannya. Tapi tidak bertahan lama. Aku penasaran juga dengan apa yang sebenarnya sedang ia lihat. Aku keluar dari balik mesin kasir lalu berjalan mendekati kaca etalase tempat gadis itu berdiri. Aku menatapnya beberapa saat, mengerling lalu perlahan mengangkat wajahku menatap kearah yang sama yang sedang dilihat oleh gadis itu.
Aku menganga. Mataku membulat. Otakku sibuk mencerna apa yang sedang aku lihat. Detik berikutnya, aku melayangkan pandanganku ke kanan dan ke kiri. Melihat seseorang atau apapun juga yang bisa menjawab ketidakpercayaanku dengan apa yang sedang terjadi. Tapi, tidak ada seorangpun di mana-mana.
Aku kembali melihat kearah gadis itu berdiri. Wajahnya berpendar warna-warni tersiram cahaya kembang api. Benar, kembang api ! Itulah yang membuatku merasa tidak percaya. Disekitar minimarket tidak ada siapa-siapa. Orang-orang sibuk berpesta ditempat lain. Juga tidak ada suara berisik meletup-letup sebelum kembang api biasanya meledak di udara. Kembang api itu, juga tidak ada habisnya.
Aku menelan ludah. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Gadis itu, kembang api, semua membuatku terbelalak tidak percaya. Sampai aku sadar, gadis itu sudah pergi.
Aku yang selalu tidak peduli pada apa yang terjadi disekitarku menjadi penasaran, sangat penasaran. Dan akhirnya, aku mengikuti gadis itu.
***
Aku melepaskan pelukanku. Hyu Na cemberut. Aku hanya melayangkan senyumanku padanya.
“Sebenarnya aku ingin mengatakan hal ini padamu ditempat yang lebih baik dari,” aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Hyu Na mengikuti apa yang aku lakukan, “tempat ini,” lanjutku.
“Memangnya apa yang akan kau katakan?” tanya Hyu Na mengerjap.
“Aku pernah mengatakan padamu kan, sejak malam itu kau adalah satu-satunya orang yang membuatku menyimpan banyak pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang membuatku, jatuh cinta padamu. Ada banyak hal yang menjadi alasanku jatuh cinta padamu. Tapi satu yang bisa aku jelaskan dengan pasti. Kau, selalu bisa menyihirku untuk terus jatuh cinta padamu, bahkan tanpa bantuan sihir apapun, jadi walau kekuatanmu hilang, aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu,” kataku tersenyum.
“Bukan kau yang beruntung karena bisa melakukan sihir, tapi sihirlah yang beruntung bisa ada dalam dirimu.” Tutupku tetap tersenyum.
Hyu Na mengerling tidak mengerti. Tapi detik berikutnya, ia ikut tersenyum.
Aku menggenggam tangannya, memasukkannya ke dalam saku jaketku agar ia tetap merasa hangat. Sehangat kisah cinta kami.
The End


Tidak ada komentar:

Posting Komentar